QA/QC peralatan sinar-x konvensional diagnostik radiologi

A.       Rasional  dan Dasar Pelaksanaan QA/QC Radiologi
Penerapan QA dalam setiap prosedur radiografi diharapkan mampu memberi manfaat dalam penanganan pasien, memastikan agar setiap radiograf yang dihasilkan mempunyai nilai informasi diagnostik yang akurat, serta memberi kemungkinan minimal terhadap dosis radiasi dan efisiensi biaya pemeriksaan. Tujuan utama dari program QA adalah untuk menghasilkan radiograf yang memiliki kualitas tinggi sehingga memaksimalkan hasil bacaan radiolog dalam rangka penegakan diagnosis pasien (NCRPM, 1988). Menurut Bapeten tentang pedoman dosis pasien radiodiagnostik (2003), tujuan pokok program QA adalah akurasi dan ketepatan waktu diagnosis pasien. Sedangkan penerapan program QC sebagai bagian dari program QA radiologi dilakukan dengan tujuan untuk mendukung program QA yakni dalam aspek pengendalian parameter performa (kinerja) fisis pesawat atau peralatan pendukung lainnya melalui pengujian-pengujian dan pendokumentasian data secara rutin dan periodik oleh internal bagian radiologi yaitu 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun sekali. Sebagaimana contoh yang dikemukakan oleh Gray (1983) dan Jeffrey (2006), bahwa setiap generator dan sistem radiografi harus dikalibrasi dan menjalani program QC paling sedikit setiap satu tahun sekali. Pengujian dilakukan 6 bulan sekali untuk upaya preventif menjaga mutu atau juga harus dilakukan secepatnya pada alat yang baru dipasang dan setelah alat diservis karena dapat mempengaruhi kualitas radiograf dan keluaran radiasi dari peralatan radiografi tersebut.
Dalam menghadapi Milenium Kesehatan 2025 dan mempersiapkan penyajian data kuantitatip hasil uji kinerja peralatan sinar-X merujuk Keputusan Ka. Bapeten No.01-P/Ka-BAPETEN/I-03 tahun 2003, bab V terkait Jaminan Kualitas Radiodiagnostik, dan mengantisipasi akan diberlakukankan nya Peraturan Kepala (Perka) Bapeten terkait bab IV bagian ke-empat pasal 30 Uji kesesuaian pesawat sinar-X (compliance test) untuk diagnostik dan intervensional di tahun 2012 yang akan datang, setiap Unit pelayanan atau bagian radiologi Rumah Sakit di Indonesia perlu mempersiapkan data awal (baseline data) uji QC melalui  surey awal  performa bagi setiap fasilitas pesawat sinar-x termasuk asesoris pendukung lainnya.  Untuk mengawalinya, Pedoman Kendali mutu (Quality Control) peralatan diagnostik menurut KMK N0.1250/MENKES/SK/XII/2009 dapat diterapkan dan bila ingin melakukan audit internal secara mandiri, untuk sementara dapat diujicobakan tingkat kepatuhan hasul implementasi QC program nya dengan mengacu pada standar pengujian kepatuhan  (compliance test) Internasional (Safety Act nomor 1975 tahun 2000). Di pilihnya standar Internaional SA 1975:2000  karena menyangkut dua hal. Pertama, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) akan memberlakukan regulasi Uji kepatuhan pada awal 2012 di Indonesia, dan  yang kedua, proses persiapan Perka Bapeten terkait uji kepatuhan yang akan dikeluarkan pada bulan Juni 2012, diantaranya mengacu pada Regulasi SA 1975:2000.
B.       Defenisi  QA/QC Radiologi
Istilah Jaminan Mutu (QA) dan Kendali Mutu (QC) sudah dan sedang berkembang dengan pesat sejak tahun 1980. Kedua terminology ini makin banyak di pakai dan menjadi  tidak asing lagi khususnya bagi unsur-unsur terkait yang menenerapkan program penjaminan mutu di bidang imejing diagnostik.
Jaminan Mutu (QA) adalah keseluruhan dari program menejemen (pengelolaan) yang diselenggarakan guna menjamin pelayanan kesehatan radiologi prima dengan cara pengumpulan data dan melakukan evaluasi secara sistematis (Papp, 1998). Program Jaminan Mutu (QAP) x-ray imejing diagnostik lebih berkonsentrasi pada aspek layanan kepada pasien (patient care) dan aspek yang berkaitan dengan interpretasi gambar (image interpretation).
Perhatian-perhatian pasien diantaranya, terhadap penjadualan, penerimaan resepsionis, dan persiapan pemeriksaan (misal: adakah pemeriksaan yang tepat terjadual bagi pasien, adakah pasein mendapatkan instruksi yang benar sebelum pemeriksan berlangsung, adakah barang-barang berharga pasien terjaga dengan baik dan aman, atau adakah hasil-hasil laporan pemeriksaan sudah memadai atau tidak),  semua ini menjadi pertimbangan yang esensial dalam hubunganya dengan layanan pasien dan menejemennya (patient care and management).
Selain itu, aspek yang berkaitan dengan interpretasi gambar (image interpretation) juga menjadi pusat perhatian bagi pengguna jasa pelayanan x-ray imejing diagnostik (kolega klinisi, pasien dan atau masyarakat). Hal-hal seperti: adakah kondisi penyakit pasien sesuai dengan pembacaan doagnosis dari seorang ahli radiologi, adakah laporan diagnosa radiologi, pendistribusian dan penyimpanan untuk kebutuhan evaluasi selanjutnya dapat dipersiapkan dengan segera, dan adakah para klinisi dan pasien mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan yang mana keseluruhan nya adalah berada dalam suatu model budaya kerja yang cepat dan terukur.
Suatu model formal berupa 10 langkah Program Jaminan Mutu (QAP) yang sering dijadikan acuan oleh organisasi-organisasi  kesehatan dan telah diadaptasikan untuk kebutuhan pengorganisasian dan menejemen di bidang x-ray imejing diagnostik dalam buku pelatihan ini adalah (cit. from JCAHO in Bushong, 2001):
Tabel 1.  JCAHO’s 10-Steps QA Program
10-Steps QA Program
1
Pembagian tugas dan tanggungjawab pelaksana program Jaminan Mutu (pembetukan QA Committe)
2
Menentukan lingkup dari layanan x-ray imejing diagnostik yang dibutuhkan
3
Mengidentifikasi aspek-aspek dari layanan x-ray imejing diagnostik yang perlu dipersiapkan
4
Mengidentifikasi dan menentukan outcomes yang ingin dicapai dan dipertimbangkan turut berpengaruh terhadap  aspek-aspek dari layanan x-ray imejing diagnostik yang diberikan
5
Mengeluarkan batasan-batasan (standar) untuk ruang lingkup pelinaian (assesment)
6
Mengumpulkan dan mengorganisasi keseluruhan data (kualitatip maupun kuantitatip)
7
Mengevaluasi keberhasilan pelayanan yang diberikan ketika outcomes tercapai
8
Mengambil langkah korektip untuk memperbaiki mutu pelayanan
9
Mengevaluasi dan mendokumentasikan  keseluruhan aksi/aktifitas yang telah dilakukan
10
Mengkomunikasikan secara kontinyu informasi yang ada kepada lingkup Organiasi QAP yang lebih luas
Menerapkan model 10-langkah QAP sebagaimana didiskripsikan diatas (tabel 1) akan membantu dalam menemukan masalah-masalah pelayanan terhadap pasien dan sekaligus memecahkannya.  Agar lebih meyakinkan bahwa organisasi dan menejemen di bidang x-ray imejing diagnostik adalah berkomitment tinggi untuk memberikan servis dan pelayanan prima kepada pasien dan masyarakat maka lembaga-lembaga atau badan-badan akreditasi yang berwenang (akreditasi Rumah Sakit – Depkes RI) perlu mendorong proses pengadaptasian dari model ini.
Kendali Mutu (QC) adalah didefenisikan sebagai bagian dari program Jaminan Mutu (QA) yang mana menitik beratkan aktifitas program nya pada  teknik-teknik yang diperlukan bagi pengawasan (monitoring), perawatan dan menjaga (maintenance) elemen-lemen teknis dari suatu sistem peralatan radiografi dan imejing yang mempengaruhi mutu gambar (Papp, 1998). Selaras dengan defenisi yang di kemukakan oleh Bushong (2001),  bahwa Kendali Mutu adalah sebagai suatu program yang didisain  untuk menyakinkan bahwa seorang dokter spesialis radiologi (Radiologist) hanya akan dihadapkan pada  pembacaan (interpretasi) gambar yang optimal. Diperolehnya gambar optimal adalah  tidak dapat dipisahkan dari kondisi  kinerja sistem peralatan sinar-x yang yang digunakan dalam pemeriksaan-pemeriksaan radiologis. Oleh karenanya  kinerja dari sistem peralatan sinar-x hendaknya memematuhi regulasi standar yang berlaku.
Agar kinerja dari sistem peralatan sinar-x dapat di identifikasi, di evealuasi dan akhirnya di verifikasi maka perlu dilaksanakan aktivitas Kendali Mutu (QC activities) secara terprogram dan berkesinambungan. Pengukuran/pengujian, pencatatan, analisis, rekomendasi dan pendokumentasian dari data kuantitatip  tentang parameter-parameter fisik dari sistem peralatan sinar-x adalah merupakan bentuk-bentuk aktivitas pengendalian mutu yang harus dikerjakan dengan penuh dedikasi. Semua ini menjadi penting artinya ketika informasi yang ada di perlukan untuk pengambilan keputusan untuk perbaikan mutu secara komprehensip.
Program Kendali Mutu (QCP) x-ray imejing diagnostik lebih berkonsentrasi pada aspek instrunentasi imejing dan peralatan. Dengan demikian maka aktivitas QC dapat dimuai dari evaluasi secara rutin dari fasilitas pemroses gambar kemudian  dilanjutkan pada pesawat sinar-x yang digunakan untuk memproduksi gambar (Carrol, 1983; Papp, 1998 dan Bushong, 2001). Beberapa laporan dan hasil penelitian terhadulu juga merekomendasikan bahwa untuk mengawali suatu Program Kendali Mutu (QCP) pada fasilitas x-ray imejing diagnostik, kiranya perlu dikerjakan terlebih dahulu dengan penuh dedikasi tentang analisa pengulangan-penolakan film atau lebih dikenal dengan istilah Repeat-Reject Film Analysis (RRAP) pada suatu fasilitas pelayanan radiodiagnostik.  Dilaporkan pula oleh Hardy et.al. (2001), bahwa RRAP adalah sebagai ”tool” untuk mengevaluasi kinerja dari implementasi QAP pada suatu departemen radiologi dan informasi dari hasil analisa ini dapat dijadikan indikator keberhasilan Program Jaminan Mutu/Kendali Mutu dan peralatan x-ray imejing diagnostik (AAPM Report: 74, 1990; NCRP Report No:99, 1995). 
Ada 3 langkah (3-step)yang diperlukan untuk suatu Program Kendali Mutu (QCP), yakni:
Langkah I         UJI PENERIMAAN (Acceptance Testing)
Langkah II        PEMANTAUAN KINERJA RUTIN (Routine  Performance
monitoring)
Langkah III      PERBAIKAN (Maintenace)
Untuk setiap bagian dari peralatan yang digunakan dalam radiografi, apakah pesawat sinar-x itu sendiri ataupun peralatan pemroses gambar, seharusnya menjalani uji penerimaan (uji funsi awal) terlebih dahulu sebelum semua elemen ini di pergunakan dalam aplikasi klinik. Uji penerimaan ini harus dikerjakan oleh tenaga selain petugas representasi dari produsen alat-alat tersebut, karena tujan utama dari uji fungsi awal ini adalah untuk menunjukan alat-alat yang telah dibeli tersebut memiliki kinerja sesuai dengan spesifikasi pabrik yang telah mereka rekomendasikan atau untuk menyetarakan spesifikasi pabrik dengan standar Nasional/Internasional yang direkomendasikan. Disamping itu data kuantitatip hasil Uji penerimaan tersebut selanjutnya akan dijadikan Baseline data pembanding yang penting artinya bagi pengujian-pengujian selanjutnya.
Setelah peralatan yang di beli atau dimiliki beroperasi dalam kurun waktu tertentu, karakteristik-karakteristik kinerja dari elemen-lemen alat sangat dimungkinkan mengalami perubahan atau bahkan kerusakan bila dibandingkan dengan kondisi alat pada awalnya. Sehubungan dengan keadaan ini maka adalah penting dilakukan pemantauan terhadap karakteristik kinerja elemen peralatan atau fasilitas pendukungnya secara periodik apakah pemantauan yang bersifat  harian (daily), mingguan (weekly), bulanan (monthly), setengah tahunan (semi-annually) atau tahunan (annually). Usaha-usaha pemantauan yang terencana akan membantu menegah timbulnya kerusakan yang lebih parah dan sudah barang tentu dimungkinkan perbaikan yang bersifat minor guna mempertahankan kinerja elemen-elemen alat semaksimal mungkin.
Apabila kerusakan mayor terjadi atau kinerja komponen peralatan dipertimbangkan sudah melampui referensi atau rekomendasi standar yang dianjurkan (misal: Tabung sinat-x yang pecah atau kecukupan HVL yang jauh dari satandar memadai) maka upaya penggantian komponen peralatan harus segera dilakukan sebagai langkah koreksi demi menjaga keselamatan/perlindungan dan menjamin mutu bagi pengguna jasa maupun petugas pelaksana.
Sebagaimana pada Program Jaminan Mutu (QAP), perlua adanya seorang petugas  yang bertanggungjawab pada akativitas QC yang dapat juga sebagai anggota dari team kerja Jaminan Mutu x-ray imejing diagnostik. Dalam suatu fasilitas pelayanan radiologi yang tergolong besar (Rumah-Sakit Kelas A), diperlukan penganan QC secara khusus oleh seorang tenaga profesional Bidang Fisika Medik. Tetapi untuk fasilitas pelayanan radiologi yang tergolong sedang (Rumah-Sakit Kelas B), seorang Radiografer terlatih dan bersertifikat bidang QC (QC Technologist) dapat menangani aktivitas QC secara terbatas dibawah supervisi seorang Ahli Fisika Medik. Tugas pokok dan fungsi dari masing masing tenaga tersebut sebaiknya mengacu pada 3  tingkat kompleksitas (3-levels) pengujian sebagai berikut:
Tingkat  I          Simple dan Non-invasive (Radiografer/RT)
Tingkat II         Complex dan Non-Invasive (QC Radiografer/QC RT+Pelatihan
Tambahan Bidang QC)
Tingkat III        Complex dan Invasive (Medical Physicist atau Engineer)
Selain Defenisi QA dan QC, perlu juga untuk dipahami defenisi dari Compliance test (uji kepatuhan) peralatan pada dasarnya adalah jenis pengujian  periodik, amun demikian pengujian ini hanya dilakukan oleh lembaga tester (yang ditunjuk oleh Badan Otorisasi Pengawasan Ketenaga Nukliran Nasional-Internasional) secara eksternal. Adapun tujuan dari uji kepatuhan ini yakni untuk menganalisa dan mengevaluasi tingkat kepatuhan  parameter performa fisis (kinerja) pesawat radiologi atau peralatan pendukung lainnya terhadap acuan standar baku yang pakai oleh Badan Otorisasi Pengawasan Ketenaganukliran Nasional-Internasional. Hasil uji dan analisis untuk selanjutnya dijadikan dasar untuk  proses verifikasi legislasi kelayakan peralatan,  digunakan sebagai dokumen pendukung bagi perijinan operasional radiologi dan dapat di manfaatkan  persyaratan guna pengurusan legisasi alat kepada Badan Regulator Nasional (BAPETEN).
C.       Goal  QAP/QCP Radiologi
Tujuan akhir (goals) dari Program QA/QC yang diimplementasikan bagi peralatan radiologi diagnostik sesungguhnya tertuju pada upaya penjaminan kualitas dan pengendalian kualitas pada hasil yang diharapkan dapat dicapai, yakni dengan 3 D (Dose, Diagnosis, Dollars). Goals ini,  yang secara Internasional banyak dianut oleh negara-negara maju, merupakan justifikasi rasional dalam mengupayakan penerapan Jaminan kualitas peralatan di pelayanan x-ray diagnostik imejing.
Untuk mengenali konsep 3 D ini dapatlah dilihat penerapan melalui suatu siklus pelayanan yang lazim terjadi di bagian/departemen radiodiagnostik sebagaimana terlihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Siklus pelayanan radiodiagnoatik di Rumah Sakit
Pasien dan dokter ahli radiologi (Radiologist) termasuk dokter/tenaga medik lainnya dan masyarakat, adalah sebagai pelanggan atau pengguna jasa pelayanan x-ray imejing diagnostik. Apabila produk yang dihasilkan oleh seorang radiografer adalah gambaran radiograf/citra/image dengan informasi diagnostik yang dimilikinya, pelayanan pasien yang cepat dan hasil pemabacaan radiograf yang akurat, maka dari perspektip radiografer, jaminan mutu/kendali mutu terhadap permintaan (rujukan foto), kualitas gambar terbaik dan diagnosis yang cepat juga akurat semua adalah menjadi indikator mutu yang nantinya akan memuaskan para pengguna jasa pelayanan radiodiagnostik. Tetapi, bila indikator-indikator mutu ini tidak mampu dijamin dan dikendalikan dengan baik oleh unit pemberi pelayanan yang dalam hal ini dikawal oleh seorang radiografer, maka sangat berpeluang terjadinya kegagalan-kegagalan antara lain mis-diagnoses (kesalahan diagnosa penyakit akibat kesalahan interpretasi terhadap kualitas gambar yang buruk), miss-image quality dan More-Dosis (bertambahnya Dosis radiasi ke pasien akibat pengulangan eksposi yang tidak bisa dihindari untuk mendapatkan gambar baru yang lebih berkualitas) dan Much-Dollar (lebih banyak lagi biaya operasional yang harus dikeluarkan Rumah Sakit atau bahkan pasien untuk pemeriksaan ulang) sebagaimana terlihat pada gambar 3 berikut yang tidak hanya merugikan pasien dan masyakat umum tetapi juga oleh pelaksana radiologi itu sendiri.
.

Diagnosis:
- Tidak akurat, karena
   radiogaraf buruk
- Pelayanan lambat,
  karena repeated exams
 


Biaya:
Alat, bahan dan jasa
secara umum meningkat
 

Gambar 3. interelasi Dosis, diagnosis dan Dollars
D.      QAP Peralatan konvensional Radiodiagnsotik
QCP bagi peralatan konvensional radiodiagnostik secara ringkas dapat di tetapkan berdasarkan Jenis test, Parameter yang akan diuj serta frekwesni pelaksanaan pengujian.
Rujukan toleransi penerimaan hasil test perlu memperhatikan dan mempelajari naskah-naskah publikasi Nasional maupun International. Karena dalam naskah publikasi tersebut biasanya mengikuti trend perkembangan teknologi alat termasuk persyaratan teknis oerforma alat yang diproduksi. Namun demikian yang terpenting adalah memperhatikan atau mengacu kepada regulasi Nasional (contoh : Kep. Kemenkes atau Peerka Bapeten).
Pada tabel 1 berikut mendiskripsikan  summary of the QCP test bagi peralatan sinar-x konvensional.
Tabel 1. Summary of the QCP
Jenis test
Parameter
Frequency
Limits (SA:1975,2000)
Automatic processor daily cheks
C Idx
S Idx
F Idx
Daily
UL&LL 0,15
UL&LL 0,15
UL&LL 0,05
Screen/Film contact
OD distributions
Semi annually
IS > uniform on entire surface
Collimator & Beam Alignment
(X1+X2) and (Y1+Y2)
Semi annually
(x;y)<1% FFD
Exposure Time
%  difference  timer
Yearly
±10%.
Tube Voltage
%  difference  kVp
Yearly
<±5,5%  for <100 kVp
Focal Spot
Reproduction of Line pairs 
Yearly
OD on center > ± 0.2
Tube Current Consistency            mAs Linearity
mAs Reciprocity
Coefficient of linearity  (a)
Yearly
Coefficient of linearity  (a) =0,1
Reproducibility
Coefficient of Variance
Yearly
< 0,05
HVL
HVL
Yearly
HVL 2.3 mm Al eq. at 80 kVp
Grid Alignment
OD on the hole images distributions
Yearly
Symmetrically OD on the hole images distributions
E.       QC Darkroom test
Kamar gelap (Darkroom) adalah tempat menyiapkan dan memproses pembuatan gambaran radiografi setelah film radiografi menerima eksposi. Dengan demikiam maka kamar gelap dituntut dapat menciptakan lingkungan yang “aman” bagi  film.
Adapun fungsi dari kamar gealp adalah diantaranya untuk kegiatan Loading film kedalam kaset, Unloading film untuk processing, tempat untuk Processing film, tempat untuk Penyimpanan bahan-bahan
Kamar gelap yang baik adalah bila memuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
·                    Bersih
·                    Terang (memiliki penerangan dalam)
·                    Cukup luas
·                    Cahaya safe light  aman bagi film
·                    Kedap cahaya dari luar
·                    Kedap radiasi
Disamping itu, struktur pembagian kerja di dalam kamar gelap hendaknya dipisahkan antara daerah kerja kering dan daerah kerja basah, dan diperlukan dua system penerangan yakni penerangan dengan sfety light dan penerangan umum. Dinding, pintu dan langit-langit perlu kedap terhadap kebocoran dari cahaya tampak maupun radiasi.
Performa kondisi kamar gelap dikatakan mengalami penurunan bila mana radiograf-radiograf yang diproses menerima FOG yang berlebihan atau terjadinya penurunan nilai kontras radiografi bagi film-film yang diproses dalam kamar gelap.
dark room
Gambar 4. Bagian komponen kaset sinar-x  
Lokasi atau area-area yang berpotensi sebagai penyebab maslah dimaksud umum nya dapat di identifikasi antara lain pada:
·        Celah-celah dari pintu-kusen
·        Tempat dudukan exhaust-fan
·        Celah keluarnya film tray dari processor yang keluar dari kamar gelap
·        Dinding kamar gelap yang memantulkan cahaya
·        Cahaya safe light yang terlalu terang
·        Jarak safe light yang terlampau dekat atau pada kejadian  dimana After-glow dari lampu TL yang baru dimatikan
Untuk mengetahui dan mengevaluasi kondisi kamar gelap dari kebocoran yang ada (dengan alat ukur / photometer ); mengetahui sampai berapa lama penanganan film yang dapat mengakibatkan fog pada film unexposed; dan mengetahui sampai berapa lama dapat mengakibatkan fog pada film exposed. Ada beberapa  metode pengujian safe light :
·        Metode card-board.
·        Metode penetrometer
·        Metode koin
Pengujian terhadap kamar gelap yang umunya diterapkan adalah dengan metode Card-Board dan Penetrometer.
F.        QC Screen/Film contact test
Sebagai salah satu komponen pencatat bayangan kaset radiografi dituntut untuk dapat mencatat bayangan sebaik mungkin seperti obyek aslinya. Artinya kaset radiografi dapat tetap menjaga parameter-parameter radiografi seperti densitas, kontras radiografi dan ketajaman. Kaset radiografi memegang peranan penting dalam menjaga mutu ketajaman radiografi dalam kaitan dengan struktur kaset radiografi.
Gambar-gambar berikut menunjukan bagian komponen dari kaset sinar-x
Gambar 5. Bagian komponen kaset sinar-x  
efek difusi
Gambar 6. kontak screen-film yang baik dan bila kondisi kekontakan screen-film  yang buruk
Gambar 7. Radiografi dengan kontak screen-film yang buruk
Beberapa faktor penyebab ketidak kontakan antara film dan skreen antara lain:
§                     Ada suatu benda dibawah screen
§                     Pecahnya bingkai kaset
§                     Pecah, bengkok dan lepas engsel
§                     Pecah, bengkok dan lepas kunci kaset
§                     Melengkungnya screen karena kelembaban tinggi
§                     Melengkungnya sisi depan kaset
Kalau kita melihat gambar diatas maka akan nampak bahwa antara lapisan busa tidak sama ketebalannya, sehingga pada bagian tersebut akan “menarik” screen karena lapisan screen menempel pada lapisan busa dan pada bagian tersebut menyebabkan ketidak-kontakan dengan film. Akibat adanya gap tersebut maka akan ada 2 efek yaitu peningkatan densitas dan adanya ketidak tajaman.
Munculnya ketidak tajaman bayangan karena terdapatnya jarak antara butiran screen dan film sehingga informasi yang dibawa oleh screen mengalami ketidak tajaman akibat adanya penumbra. Peningkatan densitas terjadi karena penumbra-penumbra yang timbul saling berdekatan bahkan saling overlapping diantara mereka.
Pada hasil pengujian akan tampak bahwa bayangan lubang-lubang wire-mesh pada area non-kontak akan menampakkan gambaran lubang-lubang yang tidak tajam, sedangkan pada area lainnya lubang-lubang tersebut akan terlihat tajam. Pada suatu instalasi radiologi yang tidak memiliki wire-mesh tidak berarti tidak dapat melakukan pengujian kontak screen-film kontak. Kita dapat memakai alat lainnya yang fungsinya mirip dengan wire-mesh, yaitu kita dapat menggunakan klip kertas yang disebarkan ke seluruh permukaan kaset dan hasilnya dapat diamati apabila bayangan klip tidak tajam berarti pada daerah itu dapat diduga terjadi ketidak-kontakan antara film dan screen
G.      QC Collimator test
Pemeriksaan radiologi khususnya radiodiagnostik hanya memerlukan sejumlah sinar-X  untuk dapat menghasilkan gambaran radiografi. Karena luas permukaan tubuh yang menjadi obyek pemeriksaan relatif tidak begitu luas, maka keluaran sinar-X perlu dibatasi. Karena sifat sinar-X yang tidak dapat diindera itulah kita membutuhkan suatu alat bantu yang dapat menampilkan seolah-olah seperti luas sinar-X yang kita gunakan. Dalam hal ini proteksi radiasi memegang peranan penting dalam pembatasan luas lapangan radiasi, karena kita harus melindungi organ-organ yang tidak diperiksa dari paparan radiasi. Untuk membatasi luas lapangan radiasi yang akan digunakan maka pada tabung sinar-X (tube housing) diletakkan suatu alat yang disebut dengan kotak kolimator.
gb tube house
Gambar 8. Kolimator tabung sinar-x
Konstruksi kolimator dan komponennya pada dasarnya terdiri dari:
1.                  Pengatur bukaan dan skalanya
2.                  Tombol lampu kolimator
3.                  Daun kolimator (arah kanan-kiri dan depan-belakang)
4.                  Cermin kolimator yang bersudut 45o
5.                  Rumah kolimator
Dengan kolimator diharapkan kita dapat menggunakan sinar-X secara efisien, artinya kita dapat mengetahui dengan seksama berapa luas sebenarnya sinar-X yang akan dimanfaatkan untuk menghasilkan gambaran. Bagaimana kolimator dapat membantu kita seperti demikian? Karena sinar-X itu tidak terlihat maka kita menggunakan cahaya tampak yang diproyeksikan seperti arah dan luas sinar-X agar mata kita dapat melihat dengan nyaman seberapa luas sinar-X yang keluar dari tabung  dan akan dimanfaatkan untuk pemeriksaan. Bila cahaya tampak yang terproyeksi keluar ukurannya 24 cm x 30 cm maka kita merasa yakin bahwa sinar-X yang keluar juga berukuran seperti itu.
Sesuai kebutuhan klinis maka kita mengharapkan bahwa setiap radiograf yang dihasilkan  hanya akan memuat gambaran anatomi dari organ yang diperiksa saja tidak perlu menampakkan organ lainnya. Misalnya jika kita ingin membuat radiograf thorax  maka hanya organ thorax saja yang tercakup dalam radiograf, tidakperlu menampakkan abdomen dan daerah cervikal karena hanya akan memberi beban dosis radiasi saja.
Tetapi disisi lain dengan adanya kolimator, kita tidak ingin luas lapangan lampu kolimator berbeda dengan luas lapangan sinar-X yang sesungguhnya, sehingga organ yang inginkita tampakkan menjadi “terpotong oleh kolimator itu sendiri, sehingga tujuan klinis menjadi tidak tercapai.
Pengujian ketepatan kolimator dapat mengevaluasi kondisi kesesuaian antara lapangan sinar kolimator dengan lapangan radiasi. Dengan diketahui kondisi kolimator melaui uji ini maka, penyinaran yang tidak perlu terhadap organ dalam prosedur radiografi dapat di hindari.
H.      QC Beam alignment test
            Apabila kita membaca pada materi tentang kolimator maka salah satu sifat sinar-X adalah merambat kesegala arah membentuk bola (spherical). Dari bentuk menyerupai bola tersebut maka pada dasarnya sebaran foton sinar-X tersebut memiliki banyak sekali sampai tak terhingga arah foton.
            Untuk melihat proyeksi suatu benda maka kita perlu memilih arah sebaran foton yang searah dengan benda tersebut, sehingga profile dari benda tersebut dapat menjadi jelas. Sebagai contoh apabila kita ingin menyorot sebuah pohon dengan lampu senter maka sesungguhnya kita sudah memilih arah sebaran foton (serta mengarahkan sebaran foton yang tidak searah dengan benda tersebut) sesuai arah pohon tersebut. Secara geometris maka pertengahan sinar senter tepat mengarah pada pohon tersebut.
            Dalam aktifitas pembuatan radiograf sesungguhnya kita hanya memerlukan “satu” arah foton saja sebagai suatu pedoman geometris dalam memproyeksikan organ-organ anatomis yang akan diperiksa ke arah film, sedangkan sisanya yang jumlahnya sangat banyak itu dapat kita abaikan. Satu arah foton tersebut nantinya akan berkedudukan searah bersama dengan pusat obyek anatomi yang diperiksa dan pertengahan film. Dengan kesejajaran seperti itu maka diharapkan akan didapatkan gambaran anatomi sesuai dengan profile yang diinginkan dan berada tepat dipertengahan kaset.Untuk selanjutnya kita menyebut beam alignment dengan pusat sinar (central ray).
Jika kita mengarahkan tabung dengan arah vertikal 90o terhadap meja pemeriksaan, maka seharusnya pusat sinar-X (yang menyebar berbentuk bola) akan betul-betul menyudut 90o terhadap meja. Pusat sinar memiliki peranan yang sangat penting pada pembuatan radiograf terhadap organ anatomi yang kecil dan berupa suatu saluran (channel) karena dengan arah pusat sinar yang sejajar dengan arah poros saluran dari organ tersebut akan menampakkan saluran tersebut. Contoh organ yang memerlukan pusat sinar yang akurat antara lain foramen opticum, selle tursica, os nasal, dll.
            Apabila kita ingin membuat radiograf dari foramen opticum, apabila beam alignment tidak sesuai, dalam arti poros dari foramen telah tegak lurus terhadap meja tetapi pusat sinar tidak tegak lurus, maka dalam radiograf tidak akan mampu menampakkan kedalaman foramen dengan baik. Keadaan tersebut dalam radiografi disebut dengan perubahan bentuk gambaran (distorsi) khususnya yang disebabkan arah sinar yang salah.
Dengan melakukan pengujian ketepatan berkas sinar, maka dapatlah dievaluasi kondisi kesesuaian antara titik bidik sinar-x dengan titik fokal pada pusat lapangan sinar-x. Melaui uji ini maka, kasus ketidak simetrisan gambar, distorsi gambar yang tidak perlu dapat dihindari.
I.         QC Generator performance tests
Generator adalah salah satu dari elemen dari sistem pembangkit sinar-X. Ketidak konsistensian produksi/keluaran sinar-X dari tabung sinar-X yang dibangkitkan oleh suatu generator pembangkit, sangat dipengaruhi oleh parameter teknis antara lain  kualitas tegangan suplai, kV, mA dan waktu. (t). Besarnya keluaran radiasi yang tidak konsisten akibat dari kinerja parameter teknis yang tidak baik berpengaruh langsung terhadap variasi-variasi baik kualitas gambar, kualitas atau kuantitas radiasi yang diproduksi dan dosis radiasi yang terjadi. Untuk itu sangatlah penting memonitor parameter-parameter tersebut khususnya kV, mA, dan waktu eksposi (t), reprodusibilitas sinar-X, dan kecukupan nilai HVL tabung sinar-x.

 
            
Gambar 9. Satu set peralatan QC Radiodiagnostik
1)      QC Akurasi kVp test
Voltase tabung sinar-X mempunyai efek yang signifikan terhadap kontras gambar, densitas optik dan juga dosisi radiasi kepada pasien. Oleh karena itu pemilihan kV pada meja kontrol seharusnya memproduksi out kVp dengan tingkat energi radiasi sinar-X yang proposional. Kejadian tidak proposionalnya energi sinar-X yang keluar dengan setting kVp pada kontol merupakan indikasi ketidakakuratan nilai kVp.Variasi perbedaan setting kVp dengan kualitas`berkas`sinar-X masih diperkenankan s.d ± 4 kVp dari nilai sesungguhnya.
Pengujian terhadap akurasi kVp dapat dilakukan dengan alat ” wisconsin test cassete ” atau ’ Digital kVp meter`seperti terlihat pada gambar 4.20.
000_0100
Gambar 10. Wisconsin cassette kVp Cassette test Tool
2)      Akurasi Timer
Waktu eksposi secara langsung mempengaruhi kuantitas keseluruhan dari radiasi sinar-X yang keluar dari tabung sinar-X. Dengan demikian, keakuratan waktu eksposi adalah bersifat kritikal bilamana dikehendaki eksposi terhadap radiograf memadai dengan dosis radiasi yang beralasan terhadap pasien.
Variabilitas yang di perbolehkan untuk akurasi waktu eksposi adalah ± 5 % untuk penggunaan waktu eksposi lebih b esar dari 10  mA, dan ± 20 % untuk eksposi lebih kecil dari 10 ms.
Cara termudah untuk mengukur akurasi nilai waktu eksposi adalah dengan menggunakan dengan menggunakan”digital timer meter atau multi funtion meter” (lihat gambar 4.21 dan 4.22). Namun demikian bila fasilitas radiologi tidak memiliki peralatan non invansif semacam ini, sebuah alat sederhana yang dikenal dengan ” Spinning Top Device” guna menggukur akurasi waktu eksposi pada suatu sistem generator pembangkit sinar-X.
Interpretasi gambar dari hasil pengukuran dapat dilihat sebagaimana contoh gambar berikut ini
    Timer
                                    Gambar 11.             a. Exposure time (digital) – QC Equipment
                                                            b. Spinning top devices (manual) – QC Equipment
Bila generator sinar-X adalah half wave rectifier ( penghantar setengah gelombang) maka untuk menghitung atau mengkonversi waktu eksposi yang sesungguhnya adalah dengan cara:
Banyaknya titik hitam =  waktu eksposi (secons) x 1/60
Selanjutnya bila generator yag dimiliki full have rektifier (penghantar gelombang penuh) Maka,
Banyaknya titik hitam =  waktu eksposi (secons) x 1/120
Pengujian dengan spining top sebaiknya menggunakan pengaturan waktu pada 1/10, 1/20, 1/30 & 1/40 untuk peralatan dengan phasa tunggal. Untuk peralatan dengan fassa tiga atau hight frequency generator. Produksi sinar-X sudah konstan, sehinnga gambaran spining top akan berupa busur melingkar dan bahan gambaran titik. Karena alasan ini maka alat manual spining top tidak bisa digunakan, dan harus menggunakan alat ukur yang dilengkapi dengan penggerak motor elektrik (syncronous spining top devices)
3)      Tube Current consistency (mAs Reciprocity)
mA selektor pada generator sinar-X adalah digunakan untuk mengatur temperatur filamen tabung sinar-X, sepanjang waktu eksposi radiasi terjadi. Lebih penting lagi mA selektor menentukan kuantitas dari radiasi sinar-X yang terjadi dalam suatu berkas sinar. Dengan demikian maka akurasi nilai mA yang dipilih adalah sama pentingnya dengan akurasi timer eksposi (waktu eksposi). Satu metode untk pengujian akurasi mA yang dapat dilakukan adalah dengan membuat satu eksposi radiasi sambil mencermati mas meter pada panel kontrol. Metode terbaik selain ini adalah dengan menguji resiprok dan kelinieran dari mA.
Reciprocity adalah eksposi yang dilakukan pada nilai mAs yang sama diperoleh dengan kombinsi atau variasi nilai mA dan s yang berbeda. Output Radiasi seharusnya adalah sama sepanjang kVp yang digunakan dijaga pada posisi konstan. Untuk menghitung nilai resiprok dari suatu eksposi radiasi maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Reciprocity varience = ( mR/mAs max-mR/mAs min) : 2
                                            mR/mAs rata-rata
Variasi resiproksiti masih diperkenankan pada prosentase ± 10 %
Dikatakan bahwa resiprok generator adalah baik bila perhitungan variancenya adalah lebih kecil dari 10 %. Alat untuk mengukur eksposi dan mengitung resiprok dapat mengunakan dosimeter saku atau menggunakan Al.
Pengujian terhadap Reciprocity dari suatu berkas sinar-X dapat dilakukan dengan menggunakan alat QC. Sbagai contoh,  reciprocity dapat di ketahui dengan mengukur pervandingan DO dari radiograf  Al-steps (1100 alloys), Electrometer atau digital full function meter. Sementara itu, Linierity dapat diketahui dengan menggunakan Pocket dosimeter, Electrometer atau digital full function meter.
J.        QC Grid alignment test
Fungsi grid adalah mengurangi radiasi hambur yang mencapai film ketika proses pemotretan radiografi terjadi. Kualitas gambar akan meningkat bila scatters (radiasi hambur) dapat dikendalikan atau direduksi. Grid terlihat seperti sebuah lembar metal lembut yang sederhana, tetapi sebenarnya sebuah alat yang dibuat dengan presisi tinggi tetapi alat ini juga mudah rusak.
Grid sinar-x  yang beredar di pasaran memiliki banyak variasinya, pemakaian dari grid yang bervariasi ini tergantung dari tujuan dan fungsi grid itu sendiri dalam ini adalah jenis-jenis grid bila dilihat menurut struktur dan arah gerakannya.
Dalam struktur Grid/Bucky tersusun  dari sejumlah besar  strip Pb yang halus diselingi dengan bahan penyela di sela-sela strip dari terbuat dari bahan yang bersifat radiolucent (plastik atau kayu). Semua lead strip yang trsusun dalam grid/Bucky harus terspasi secara seragam atau bila tidak maka akan menyebabkan terjadinya efek Motle dalam gambar yang bisa menyerupai gambaran patologi. Struktur Pb dan bahan penyela dari Grid/Bucky yang tidak terspasi secara seragam dapat terjadi karena cacat produk pabrik atau kerusakan akibat terjatuh atau bahkan motor sistem penggerak grid yang mengalami kerusakan elektris sehingga momen kosistensi gerakan bahkan grid itu sendiri menjadi statik.
Jika strip Pb mengalami distorsi, maka fungsi grid akan kurang efisien dan akan menjadikan distribusi densitas  optis pada film pada film tidak teratur atau tidak homogen. Selanjutnya, jika grid digunakan dengan cara yang salah, atau fungsi motor penggerak grid (Bucky) mengalami ganggugan maka reduksi densitas optis akibat efek ”cut-off”. Misalnya : Grid fokus digunakan dengan FFD lebih rendah dari yang direkomendasikan vendor pembuat alat grid, maka akan terjadi penurunan densitas pada kanan kiri garis tengah grid tergantung seberapa besar mis-alignment nya terhadap pusat sinar terjadi.
Untuk mengevaluasi kondisi fisik grid/bucky pada pesawat sinar-X, perlu dilakukan pengujian yaitu Grid alignment test. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui seberapa besar ketidak sesuaian garis tengah grid/bucky terhadap arah datangnya pusat sinar-x (CR). Grid yang mengalami kerusakan fisik atau Bucky malfungsi dapat dievaluasi melalui uji ini. Gambar berikut adalah salah satu bentuk  dari hasil uji grid atau bucky.
Pasangan Densitas optik A dan B bernilai sama atau mendekati. Sementara bagian tengan adalah memiliki nilai densitas optik yang tertinggi. Bila hasil pengujian memperlihatkan kesimetrisan densitas, menunjukan bahwa bucky atau grid sistem tidak mengalami misalignment terhadap pusat sinar datang (CR). 
DAFTAR PUSTAKA
Adler, A. M. & Carlton, R. 2001. Principles of Radiodiagraphic Imaging : An Art and A Science, Third Edition. New York : Thomson Learning.
Akhadi M. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta. PT. Rieneka Cipta.
Ball, J. & Price T. 1989. Chesney’s Radiographic Imaging, Fifth Edition. London : Blackwell Scientific Publications
Bushberg, Jerrold. 2002. The Essential physics of Medical Imaging, Second Edition. Lippincott : Williams & Wilkins
Bushong, S. C. 2001. Radiologic Science for Technologist: Physic, Biology and Protection, Seventh Edition. Toronto : Mosby Co.
Brindhaban et.al. 2005. Effect of x-ray tube potential on image quality and patient dose for lumbar spine computed radiography examinations, Australasian Physical & Engineering Science in Medicine,Volume 28, Number 4.
Charlton, RR. 2001. Principles of Radiographic Imaging An Art and a science, USA
Costa et.al. 2008. Constancy check of beam quality in conventional diagnostic X-ray equipment, Applied Radiation and Isotopes. Volume 66, Issue 10.
Goldman, Lee W. 2004. Radiographic Inspection : Procedures for Digital and Conventional Radiographic Imaging System. http://www.aapm/meetings/0455/presentations/radininspect.ppt. Akses 20 Maret 2010
Gorham et.al. 2010. Impact of focal spot size on radiologic image quality: A visual grading analysis. Radiography. Vol.16 sissue 4.
Gray, Joel E. 1983. Quality Control in Diagnostic Imaging : A Quality Control Cook book. Maryland : Aspen Publisers Inc.
Hutchinson et.al. 1999. A compliance testing program for diagnostic X-ray equipment, Applied Radiation and Isotopes. Volume 50, Issue 1.
http://www.crcpd.org/Pubs/QC-Docs/QC-Vol3-Web.pdf, akses 22 Pebruari 2010). Quality control recommendation for diagnostic radiography.
Lloyd, Peter J. 2001. Quality Assurance Workbook for Radiographers & Radiological Technologist. Geneva : WHO
Papp, Jeffrey. 2006. Quality Manajement in The Imaging Science. St. Louis : Mosby Inc.
Peterson et.al. 1997. Effect of beam collimation on image quality. J Dent Hyg. Vol.2.
Seemann  and Splettstosser. 1995. The Effect of Kilovoltage and Grid Ratio on Subject Contrast in Radiography, Radiology. Vol.64.
Toop et.al. 2007. the effect of exposure factors on chest image quality and patient dose for computed radiography. Jurnal elektronik di akses Maret 2011, www.northernphysics.co.uk/RTI_Electronics/ExeterUniversity_files/poster1.pdf
Tuchyna et.al. 2008. Compliance testing of medical diagnostic x-ray equipment: three years’ experience at a major teaching hospital in Western Australia, Biomedical and Life Sciences, Australasian Physical & Engineering Science in Medicine. Vol 25,Number 1.